Upaya membelajarkan dan mencerdaskan anak pada usia dini adalah konsep pembelajaran yang harus dipahami mulai diri sebagai orang tua, kesadaran akan lingkungan keluarga, masyarakat dan lingkungan sekolah. Untuk mendapatkan anak cerdas, maka harus dapat mempersiapkan anak menjadi cerdas. Yaitu dengan persiapan menjadi ibu yang baik dan dapat memilih lingkungan yang mendukung pencerdasan anak. Inilah yang paling awal dan penting.
Setelah syarat awal itu dapat dipenuhi, langkah selanjutnya adalah banyak bergantung pada ibu terutama dan peran sang ayah dalam mempersiapkan kelahiran anak. Orang tua bukan hanya pihak penyandang dana bagi pendidikan anak-anaknya, tetapi juga termasuk ikut bertanggung jawab dalam mencerdaskan anak. Guru di sekolah hanyalah sebagai peran pembantu proses pencerdasan anak, bukan tempat akhir dari proses pencerdasan anak.
Sebagai pendidik di Sekolah memang mempunyai andil yang cukup besar dalam upaya pembinaan akhlak dan kepribadian anak, yaitu melalui pembinaan dan pembelajaran pendidikan agama Islam kepada siswa. Disini pendidik harus dapat memperbaiki akhlak dan kepribadian siswa yang sudah terlanjur rusak dalam lingkungan keluarga, selain juga memberikan pembinaan kepada siswa. Disamping itu kepribadian, sikap, cara hidup, bahkan sampai cara berpakaian, bergaul dan berbicara yang dilakukan oleh seorang pendidik juga mempunyai hubungan yang signifikan dengan proses pendidikan dan pembinaan moralitas siswa yang sedang berlangsung.[1]
Bila orang tua menuntut anak-anaknya menjadi cerdas, maka menjadi tuntutan juga terhadap dirinya sendiri bagi orang tua. Sejauhmana orang tua dapat menempatkan diri dalam proses belajar dan pencerdasan anak, hal ini merupakan langkah pertama yang sangat baik dan sekaligus juga sebagai modal besar dalam upaya yang sangat mulia. Dalam hal ini, menurut Suharsono, kepribadian dan kecerdasan anak terbangun melalui transmisi spiritual, intelektual dan moral ibunya saat mengandung anak-anaknya. Karena itu ibu-ibu yang sedang mengandung sangat dianjurkan untuk meningkatkan bobot spiritual, intelektual dan moralitasnya. Peningkatan ini bisa ditempuh dengan memperbanyak ibadah, shalat malam, membaca al-Qur’an, buku-buku, menjaga tutur kata, mengedepankan sikap dermawan dan perilaku yang terpuji lainnya. Hal ini digambarkan oleh Suharsono, yakni:[2]
Anak yang memperoleh pendidikan iman sejak dini, akan membekas di dalam sanubarinya. Ibarat kain yang dicelup dalam pewarna dan dibiarkan berhari-hari di dalamnya, sehingga tidak ada pori-pori sekecil apapun yang tidak terwarnai . Bukan seperti kapur yang dicelup ke dalam segelas air tinta, lalu segera diangkat. Hanya pinggirnya yang tipis yang terwarnai. Celupan pendidikan imani semenjak kecil akan sangat berpengaruh dalam kehidupan dia selanjutnya. Ia hanya akan menerima Islam sebagai pengatur kehidupannya, al-Quran sebagai pedomannya, dan Rasulullah sebagai teladannya. Keimanan yang terpatri dalam hati akan menghiasi lisan serta jasadnya , Islam akan melekat menjadi baju bagi dirinya sehingga dia akan malu menanggalkannya.
0 komentar:
Posting Komentar