Peranan wanita dalam membina kehidupan moral sangatlah penting. Karena pembinaan kehidupan moral lebih banyak terjadi melalui pengalaman hidup daripada pendidikan formal dan pengajaran, karena nilai-nilai moral yang akan menjadi pengendali dalam kehidupan manusia adalah nilai-nilai yang masuk dan terjalin dalam pribadi seseorang. Semakin cepat nilai-nilai itu masuk ke dalam pembinaan pribadi, akan semakin kuat tertanamnya dan semakin besar pengaruhnya dalam pengendalian tingkah laku dan pembentukan sikap.[1]
1. Wanita sebagai Ibu
Peranan wanita dalam pembinaan moral sangat penting, karena wanita masuk ke dalam segala segi kehidupan generasi muda.[2]Seorang anak sejak berumur 6 bulan sudah mulai berinteraksi dengan lingkungan sosial di sekitarnya. Hampir seluruh reaksi seorang anak pada umur di bawah setahun sangat berkaitan dan berpusat pada sang ibu (atau orang lain yang menggantikan peran ibu). Dari sini dapat dimengerti bahwa peranan ibu sangat besar dalam mendidik anak. Jika dibandingkan dengan sosok bapak, maka peranan ibu lebih besar, karena ibu lebih banyak bergaul dengan anak. Selain itu, naluri ibu lebih dekat dengan anak dibandingkan seorang bapak.
Tuhan benar-benar telah memberi bekal kepada seorang ibu dengan naluri pengasih, semangat keibuan, sementara sifat itu tidak diberikan kepada seorang bapak. Faktor inilah yang paling dominan dibanding faktor-faktor yang lain. Sebagai ibu, wanita mempunyai fungsi sebagai pembina pertama bagi pribadi anaknya, pendidikan dan perlakuannya menentukan kesehatan jiwa anaknya di kemudian hari.[3]
2. Wanita sebagai isteri
Seorang isteri yang bijaksana dapat menciptakan suasana yang menyenangkan dalam rumah tangga. Ia mampu membuat hati suaminya betah tinggal di rumah dan lebih suka menghabiskan waktu bersama anak dan isterinya daripada pergi dan membuang waktu dengan teman-temannya, berfoya-foya di tempat hiburan dan sebagainya.[4]
Tentu saja, terdapat syarat-syarat tertentu yang harus dipenuhi oleh seorang isteri agar ia mampu membuat rumahnya menjadi istana yang menyenangkan. Untuk itu, diperlukan pengertian-pengertian pokok tentang pergaulan dengan suami, baik dalam hukum agama maupun secara psikologis. Ia harus memenuhi kewajibannya sebagai isteri yang baik, pandai memelihara dan menerima haknya yang wajar dari suami serta memahami keadaan suaminya sehingga suami merasa betul-betul diterima, dihargai, dipercayai dan disayangi.[5]
Seorang isteri yang baik akan menghindarkan segala kemungkinan yang menimbulkan kekecewaan suaminya. Dengan sendirinya, suami pun bersedia memelihara kelegaan batin dan ketentraman jiwa yang telah diciptakan oleh isterinya dalam keluarga. Rasa bahagia yang timbal-balik tersebut akan menghindarkan berbagai persoalan keluarga yang seringkali menyebabkan keruhnya suasana keluarga.[6]
Kehidupan keluarga yang tercermin dalam hubungan suami-istri dan sikap mental serta kehidupan moral dan agama si ibu merupakan teladan yang akan menjadi unsur yang akan diserap oleh anak dalam pribadinya nanti. Wanita baik sebagai ibu maupun sebagai istri mempunyai fungsi yang sangat penting dalam membina moral generasi muda.[7]
Wanita dalam keluarga, baik sebagai seorang ibu maupun sebagai seorang isteri, mempunyai peranan yang sangat penting dalam membina moral anak-anaknya. Sebagai seorang ibu, wanita merupakan pembina yang pertama dan utama bagi pribadi anak-anaknya. Pendidikan dan perlakuannya sangat berpengaruh terhadap kesehatan jiwa anaknya di kemudian hari. Wanita sebagai seorang isteri berperan menciptakan suasana yang harmonis dalam lingkungan keluarga.
[1] Zakiah Daradjat, Ilmu Jiwa Agama, Jakarta: Bulan Bintang, 1996, Cet. XV, hlm. 134.
[2] Ibid.
[3] Ibid., hlm. 135.
[4] Zakiah Daradjat, Pendidikan Agama dalam Pembinaan Mental, Jakarta: Bulan Bintang, 1982, Cet. IV, hlm. 76-77.
[5] Ibid., hlm. 77.
[6] Ibid.
[7] Zakiah Daradjat, Ilmu Jiwa Agama, Op.Cit., hlm. 135.
0 komentar:
Posting Komentar