Sobat karate, sudah memegang sabuk apakah Anda sekarang di dojo? Kuning? Biru? Atau barangkali sudah sabuk hitam? Tidak perlu berkecil hati jika sobat masih belum sabuk hitam. Memang benar, sabuk hitam adalah impian banyak praktisi karate. Sekedar informasi, setiap sabuk dalam karate mempunyai makna. Setiap sabuk mewakili karakter tertentu. Sehingga jika ada yang mengatakan sabuk putih lebih baik daripada sabuk hitam, maka hal itu tidak sepenuhnya benar.
Berbeda dengan bela diri ala barat, bela diri timur biasanya mempunyai akar filosofi yang kuat. Bukan hanya gaya atau teknik bela dirinya, bahkan untuk urusan peringkatpun juga demikian. Ini bisa dilihat dari warna sabuk atau gelar yang berbeda. Ukuran untuk menentukan dua hal diatas biasanya dari usia, kemampuan yang dimiliki praktisinya, dan tingkat kesulitan teknik yang sedang dipelajari.
Dalam bela diri Jepang seperti judo, karate, dan aikido ada dua jenis peringkat, yaitu mudansha (berarti pemula atau dibawah sabuk hitam) dan yudansha (telah memegang sabuk hitam). Praktisi pada level mudansha sering disebut kyū (dibaca: kyuu), dan sistem ini berbeda antar dojo atau aliran. Ada aliran yang mengawali dengan sabuk berwarna putih sementara di dojo yang lain menggunakan sabuk berwana putih dengan strip tertentu. Contoh lain ada dojo yang menyebut sabuk hijau berada di level Gokyū (kyū lima) tapi ada dojo yang menyebutnya diatas atau dibawah peringkat itu.
Sebagai tambahan, di Jepang moderen penggunaan istilah kyū ini ternyata juga diterapkan di dunia pendidikan. Di sekolah menulis huruf kanji, misalnya, mereka menerapkan ujian kelulusan berbasis kyū. Para murid akan mulai dari kyū sepuluh hingga paling akhir adalah kyū satu. Kurang lebih mirip dengan ujian naik kelas di sekolah Indonesia. Saking sulitnya, bahkan ada juga ujian pre- kyū, atau test sebelum masuk level kyū.
Berbeda dengan bela diri ala barat, bela diri timur biasanya mempunyai akar filosofi yang kuat. Bukan hanya gaya atau teknik bela dirinya, bahkan untuk urusan peringkatpun juga demikian. Ini bisa dilihat dari warna sabuk atau gelar yang berbeda. Ukuran untuk menentukan dua hal diatas biasanya dari usia, kemampuan yang dimiliki praktisinya, dan tingkat kesulitan teknik yang sedang dipelajari.
Dalam bela diri Jepang seperti judo, karate, dan aikido ada dua jenis peringkat, yaitu mudansha (berarti pemula atau dibawah sabuk hitam) dan yudansha (telah memegang sabuk hitam). Praktisi pada level mudansha sering disebut kyū (dibaca: kyuu), dan sistem ini berbeda antar dojo atau aliran. Ada aliran yang mengawali dengan sabuk berwarna putih sementara di dojo yang lain menggunakan sabuk berwana putih dengan strip tertentu. Contoh lain ada dojo yang menyebut sabuk hijau berada di level Gokyū (kyū lima) tapi ada dojo yang menyebutnya diatas atau dibawah peringkat itu.
Sebagai tambahan, di Jepang moderen penggunaan istilah kyū ini ternyata juga diterapkan di dunia pendidikan. Di sekolah menulis huruf kanji, misalnya, mereka menerapkan ujian kelulusan berbasis kyū. Para murid akan mulai dari kyū sepuluh hingga paling akhir adalah kyū satu. Kurang lebih mirip dengan ujian naik kelas di sekolah Indonesia. Saking sulitnya, bahkan ada juga ujian pre- kyū, atau test sebelum masuk level kyū.
Seorang gadis menulis kanji di salah satu sekolah menulis kanji di Tokyo. Foto berasal dari Japan Daily Press
Nah, kembali lagi ke bela diri Jepang, peringkat kyū menggunakan sistem progresif (meningkat) dalam urutan menurun. Artinya, peserta akan mulai dari kyū terendah yaitu sepuluh, dan menempuh ujian demi ujian hingga kyū satu sebagai yang tertinggi. Semakin tinggi peringkat yang akan diraih, maka makin sulit pula ujiannya. Berikut ini adalah urutan standar baku peringkat kyū di Jepang:
Peringkat | Penulisan | Pengucapan |
Kyū 1 (tertinggi) | 一級 | Ikkyuu |
Pre Kyū 1 | 準一級 | Jun-Ikkyuu |
Kyū 2 | 二級 | Nikkyuu |
Pre Kyū 2 | 準二級 | Jun-Nikyuu |
Kyū 3 | 三級 | Sankyuu |
Kyū 4 | 四級 | Yonkyuu |
Kyū 5 | 五級 | Gokyuu |
Kyū 6 | 六級 | Rokyuu |
Kyū 7 | 七級 | Nanakyuu |
Kyū 8 | 八級 | Hachikyuu / Hakyuu |
Kyū 9 | 九級 | Kyuukyuu |
Kyū 10 | 十級 | Jukkyuu |
Tanpa Peringkat | 無級 | Mukyuu |
Lalu bagaimana dengan Shotokan? Funakoshi memang mengadopsi sistem peringkat dalam judo, namun itupun tidak sepenuhnya. Saat awal modernisasi karate di Jepang, Funakoshi hanya menerapkan tiga warna sabuk untuk Shotokan, yaitu: putih untuk kyū delapan sampai empat, coklat untuk kyū tiga sampai satu, dan tentu saja sabuk hitam. Untuk yudansha sendiri Funakoshi awalnya hanya menetapkan maksimal sampai godan (dan lima).
Setelah berakhirnya Perang Dunia II para tokoh karate di Jepang berkumpul. Mereka adalah Gichin Funakoshi (Shotokan), Tsuyoshi Chitose (Chito-ryu), Kenwa Mabuni (Shito-ryu), Gogen Yamaguchi (Goju-ryu) dan Kanken Toyama (Shudokan). Mereka mengembangkan peringkat kyū/dan menjadi lebih sistematis dan menjadi semacam norma yang baku. Walau demikian, saat itu organisasi yang berasal dari Shotokan seperti JKA dan Shotokai untuk yudansha maksimal masih tetap sampai godan.
Setelah dibentuknya Federation of All Japan Karate-Do Organizations (FAJKO) tahun 1964 dibuatlah standarisasi baru untuk sistem peringkat. Organisasi karate yang berada di bawah payung FAJKO mulai menerapkan warna yang berbeda untuk peringkat mudansha atau kyū. Urutan sabuk untuk karate Jepang dimulai dari putih sebagai paling awal dan hitam sebagai paling akhir. Kecuali putih dan hitam, warna sabuk diantaranya boleh dimodifikasi.
Lain halnya dengan Okinawa. Pulau kecil tempat asal karate ini menerapkan sistem kyū/dan sekitar tahun 1956 setelah dibentuknya Okinawa Karate Association (OKF). Menurut catatan sejarah, Chosin Chibana (Shorin-ryu) dan Kanken Toyama (Shudokan) telah diakui memegang peringkat dalam karate oleh Menteri Pendidikan Jepang. Chibana banyak berperan dalam terbentuknya OKF. Sejak saat itulah ada pembagian peringkat antara murid pemula dengan yang lebih senior.
0 komentar:
Posting Komentar